pengalaman nyepi di bali sebagai seorang muslim
Hari Raya Nyepi memang
dirayakan oleh Umat Hindu Indonesia, terutama di Bali. Tapi, sebagai umat
non-Hindu yang tinggal di Bali juga harus siap ‘ikutan’ Nyepi juga, lho!
Mau tahu persiapan apa
saja biar Silent Day di rumah nggak boring?
Baca sampai kelar ya,
gaes.
Dulu saat pertama kali pindah ke Bali, membayangkan
Nyepi di Bali itu seperti momok yang menakutkan.
Seperti terkungkung dalam cangkang tanpa
pencahayaan. Enggak boleh begini, enggak boleh begitu.
That’s why kala itu saya memilih untuk mudik
ke Jawa setiap Hari Raya Nyepi ini berlangsung. Karena kalau staycation ke
hotel juga bakal keluar uang yang tak sedikit. Setidaknya harus check-in 2
malam plus full makan di hotel selama Nyepi berlangsung.
Setelah dua tahun tinggal di Bali.
Penasaran mulai datang dong, kepo pengen
ngerasain gimana sih rasanya Nyepi di Bali itu.
Nah kan…
Jangan mengaku pernah tinggal di Bali kalau
belum ngerasain Nyepi! Wuehehe…
Baca ini
juga: Gagal Menikmati Deburan Ombak di Water Blow Nusa Dua Bali
Nyepi 2014
Jaman itu, anak sulung masih tinggal di jawa bareng
Yangti nya, karena saya kerja, dan dek Rara belum hadir.
Yaudah sih, anggap saja jadi putri tidur sehari semalem selama nyepi berlangsung. yang penting ada camilan dan stok bahan makanan setidaknya buat pas hari H.
Yaudah sih, anggap saja jadi putri tidur sehari semalem selama nyepi berlangsung. yang penting ada camilan dan stok bahan makanan setidaknya buat pas hari H.
Saya mikirnya simple gitu aja.
H-1
Pagi itu saya sudah ngeluyur ke salah satu supermarket
di Bali yang paling komplit persediaan urusan dapur nya.
Niatannya mau belanja beberapa cemilan dan ikan
sebiji doang. Wehh, sombhong nih saya belanja ikan aja ke supermarket.
Bhahaha,
iya, karena pas itu saya nggak pernah masak
nggak pernah belanja jadi nggak tahu ke pasar mana ane harus berkelana.
Masuk supermarket sih masih sepi, karena
memang baru saja buka.
“ah masih sepi, muter-muter dulu aja ah”
pikirku saat itu.
Tetep ya, namanya juga mamak-mamak, mau
banyak duitnya mau pura-pura banyak duitnya kalau sudah masuk ke pusat
perbelanjaan matanya suka gatel. Melototin isi rak satu ke rak berikutnya, hanya
pengen tahu ada apa saja dan berapa harganya aja sih, nggak beli juga.
Meski doyan belanja, saya tetep sadar lah,
isi dompet saya seberapa. Ehhehe.
Setelah sejam lebih mondar-mandir tanpa
kejelasan yang hakiki, baru nyadar kalau antrean kasir mulai mengular. Eaaa…
Saya terheran-heran sih waktu itu, kenapa
banyak para emak belanja stok makanan sampai dua troli. Apa iya, Nyepi yang
cuman sehari doang bakalan ngabisin amunisi segudang begitu?
“ah, emak itu lebay” nyinyir saya dalam hati.
Setelah belanja seekor ikan kembung yang
lumayan gede, dan seekor lagi adiknya, cukuplah pikir saya untuk makan sehari
besok, udah titik.
Pengerupukan dan Karnaval Ogoh-Ogoh
Pengalaman ikutan ngantri di kasir sudah. Sorenya
adalah waktu untuk ikut menikmati keramaian pra Nyepi, yaitu karnaval Ogoh-Ogoh
sebagai bagian dari upacara pengrupukan yang juga merupakan salah satu rangkaian
upacara sebelum hari raya Nyepi berlangsung.
Kami memilih Lapangan Puputan sebagai
destinasi wisata karnaval ini. Ramai pengunjung beserta penjaja makanan
sekaligus mainan ‘sayang anak’ disana. Semakin malam semakin ramai saja hingga
puncaknya hampir tengah malam, kami juga tak bisa pulang awal karena motor
tidak bisa keluar dari parkiran dan jalanan tentu saja macet nyaris total.
Tipsnya:
Jika ingin datang ke acara seperti ini tapi
nggak mau lama-lama, pilih parkiran yang agak menjauh dari pusat keramaian,
biar motor bisa mudah keluar nantinya. Resikonya ya harus sedikit jalan kaki.
Sebaiknya datang setelah sholat maghrib saja
kalau memang niatnya nonton ogoh-ogoh, biar nggak bingung nyari masjid, karena biasanya
arak-arakan ogoh-ogoh ini dimulainya setelah waktu Isya’ dan berakhir hingga
hampir tengah malam jika yang mengikuti parade banyak.
Hari H, Silent Day
Keheningan Nyepi kala itu berlangsung damai
sejahtera tanpa kendala. Seharian bermalas-malasan sambil main game dan nyemil.
Tiba waktunya makan, menu ikan goreng disambelin sudah cukup lah menahan lapar
dan bikin ngantuk lagi.
Camilan juga seperlunya saja, karena kebetulan
saya juga termasuk mamak mudah bengkak, jadi mengantisipasi juga efek
penggelembungan setelahnya.
Intinya, hari H terlewati tanpa prahara.
Bahkan malam hari yang tanpa sorot lampu,
yang katanya horor itu justru menyisakan kenangan manis untuk bisa menikmati
indahnya langit dengan milyaran bintangnya yang gemerlap.
Moment romantini ini pun akan membuat kita lebih
mengingat dan bersyukur lebih untuk semua karunia Allah Rabb semesta alam.
Horor yang beneran itu datang justru pasca
Nyepi,
why?
why?
Saya, yang kemarennya nyinyirin emak dalam
hati itu ternyata kelaparan dan tak menemukan warung makan buka, bhaha,
seriusan. Stok bahan makanan di rumah (eh kost ding) habis.
Barulah saya sadar, owh iya ya…
Mungkin, mamak-mamak kemaren itu belanja
banyak karena sekalian belanja bulanan.
Dan mungkin mamak yang belanja camilan setroli penuh itu karena anggota keluarganya segambreng, masa iya lagi hening-heningnya nyepi tetiba ada prahara gegara rebutan keripik kentang doang, yekan?
Dan mungkin mamak yang belanja camilan setroli penuh itu karena anggota keluarganya segambreng, masa iya lagi hening-heningnya nyepi tetiba ada prahara gegara rebutan keripik kentang doang, yekan?
Nyepi, Silent Day 2019
Dan sekarang,
Setelah si kakak sudah pindah ke Bali, dan
dek Rara juga sudah hadir menemani kami, saya termasuk salah satu emak yang ikutan
belanja untuk stok setidaknya untuk 3 sampai 4 hari juga, tapi nggak dua troli
juga ya gaes (soalnya belanjanya sekarang ke pasar jadi nggak pakai troli,
xixixi).
Plus camilan tentunya.
Karena,
H-1 kita juga butuh makan, jelas, yekan?
Hari H, saat kebosanan melanda biasanya nafsu
makan cenderung meningkat, jadi butuh amunisi lebih.
Dan H+1, seperti yang saya ceritakan tadi,
warung makan biasanya belum pada buka. Pasar atau tukang sayur juga hanya
menjual bahan seadanya yang biasanya juga sisa-sisa H-1 kemarin. Karena Nyepi
berlangsung dari jam 6 pagi hari H hingga 6 pagi H+1.
Sudah jelas kan kenapa stok makanan atau
bahan makanan juga kudu banyak?
Kecuali kita staycation di hotel, nggak perlu
stok bahan makanan, cukup banyakin saldo rekening yang bisa digesek pake kartu
ATM, bukan rekening listrik ya.
No Siaran TV, No Internet
Tidak adanya siaran televisi sih saya pribadi
nggak pernah ambil pusing ya, toh selama ini juga jarang nonton tivi. Dramanya itu, pas dek Rara tetiba minta nonton pinipin, eaaaa.
Nah,
yang sekarang lumayan bikin mati gaya itu karena data internet coverage Bali diportal sejak 2018 lalu.
Tadinya saya juga ketar-ketir, ngerasa wuidih bakalan bosyen tralala ini nanti.
yang sekarang lumayan bikin mati gaya itu karena data internet coverage Bali diportal sejak 2018 lalu.
Tadinya saya juga ketar-ketir, ngerasa wuidih bakalan bosyen tralala ini nanti.
Ternyata, nggak seribet itu juga kok. Ambil hikmah
positifnya saja.
Setidaknya kita bisa terbebas sehari dari
kecanduan internet. Apalagi yang kecanduan nyinyirin postingan di sosial media,
mungkin ini waktu yang tepat untuk rehabilitasi.
Saya sih pasang selow saja, dibawa santai, anggap saja sedang wisata kehidupan jaman dulu.
Tanpa listrik (tanpa lampu terang maksudnya, karena listrik tetap ada), tanpa internet, tanpa televisi dan tanpa asap knalpot. Toh hanya semalam saja kita puasa lampu, yang penting tidak mengganggu ibadah kita.
Tanpa listrik (tanpa lampu terang maksudnya, karena listrik tetap ada), tanpa internet, tanpa televisi dan tanpa asap knalpot. Toh hanya semalam saja kita puasa lampu, yang penting tidak mengganggu ibadah kita.
kegiatan nyepi tidak mengganggu ibadah kami, namun kami juga memastikan tidak ada cahaya lampu yang kami nyalakan keluar dan mengganggu hikmatnya upacara nyepi |
Bumi juga butuh rileks dari semua hantaman era milenial yang menyisakan kabut-kabut polusi, bukan?
Harus jadi manusia seegois itu kah kita?
Kasih lah bumi bernafas bebas sebentar.
Bagaimana dengan lampu?
Ini sih yang memang tetap saja horor, apalagi
ada bayik.
Pengalaman dulu waktu jaman masih Kost, yang
penting kamar mandi nyala dan sorot lampu tidak keluar kamar saya sudah merasa aman.
Dua tahun lalu, karena kami tinggal di rumah kontrakan
dan bukan kamar Kost lagi, PR nya agak banyak.
Kami harus menutup semua celah yang
memungkinkan cahaya terlihat dari luar. Tentu saja, karena setidaknya lampu
kamar mandi dan satu kamar harus nyala, alasannya ya karena ada bayi itu tadi.
Biasanya bapak-bapak perangkat keamanan desa
atau sering juga disebut Pecalang akan melakukan tugasnya berkeliling untuk
sidak lampu ini, terutama di jam-jam malam yang masih efektif (sekitar jam 7-10
malam). Kalau masih ada lampu yang nyala, atau sorot lampu yang terlalu
mencolok keluar pasti akan ditegur.
Saya pribadi sih belum pernah digedor
gara-gara lampu ini, alhamdulillah ya, kebetulan area yang saya tinggali dapat
pak pecalangnya yang masih baik-baik saja. masih maklum kalau hanya sorot kecil
saja, karena juga ada anak kecil di dalam rumah.
Pengalaman teman saya, pernah digedor pak
pecalang wilayah rumah beliau ini, padahal menurutnya sorot lampu yang terlihat
juga cuma celah dari bawah pintu saja dan itu juga nggak menohok. Hehe…
Intinya sih, kita sebagai warga pendatang
yang juga non-Hindu selayaknya memang harus mengikuti aturan yang ada dan menghormati
tuan rumah yang sedang melaksanakan ritual keagamanannya agar tetap hikmat.
Sebaliknya, sebagai tuan rumah yang sedang
melaksanakan hari sakralnya, alangkah lebih baik jika tetap fokus saja kepada
ibadahnya dan tidak terlalu meributkan hal-hal remeh temeh yang sejatinya tidak
mengganggu hikmatnya ibadah secara signifikan.
Siang Hari Selama Nyepi Berlangsung
Untuk kegiatan siang hari di perumahan tempat
saya tinggal masih seperti biasanya hari libur.
Anak-anak masih bermain di seputaran komplek
perumahan, hal itu diperbolehkan selama tidak ada aktifitas yang berlebihan,
seperti mengendarai motor atau menyalakan bunyi-bunyian yang terlalu riuh
meskipun tidak sampai keluar kawasan komplek.
Mungkin di wilayah lain ada sih yang masih
memberlakukan peraturan ketat, seolah-olah warga yang non-Hindu jadi ikutan terkekang.
Itu sebabnya masih ada beberapa orang yang mengeluhkan dan ketakutan acara nyepi
ini akan membatasi aktifitas kita padahal kita bukan sebagai penganut agama
tersebut.
Ambil Hikmahnya, Kesampingkan Ego Kita
Bukan saya sok bijak sih, ya. Bukan pula membela
satu golongan dan melemahkan golongan lainnya. Karena pada dasarnya saya
menulis ini bukan dengan latar belakang keagamaan atau golongan tertentu.
Saya tidak berusaha mengupas Nyepi dari sisi
agama juga, saya hanya berusaha mengambil hikmah dari ketenangan selama kegiatan
ini berlangsung.
Coba deh geser ego kita sedikit saja, banyak
kok manfaat yang bisa kita ambil selama Nyepi ini berlangsung.
Berkumpul dan bersahaja bersama keluarga
dengan kegiatan yang lebih seru dari sekedar menonton tivi, atau main game
online atau chit chat di social media.
Ngobrol dan tidur umpel-umpelan sekamar
bareng anak-anak sambil cerita-cerita, seru bukan?
Karena bahagia itu sederhana.
Bukankah selama ini banyak dari kita yang sudah
terlalu sibuk sendiri-sendiri. Seperti saya misalnya,
Bapak bekerja seharian, sepulangnya kalau nggak
sibuk nonton berita, atau bola, ya tidur. emak kalau nggak sibuk di depan
laptop ya sibuk nguntrengin hape, mulai dari WAG, twitter, pesbuk, instagram
sampai berita-berita artis terkini yang bikin ketawa bacain komen-komen
netijennya.
Anak-anak kalau nggak nonton tivi ya main
game online.
Saat nyepi gini, kami bisa main monopoli atau
kartu remi, yang kalah dicontreng pake gincu emak yang merahnya kayak pipinya
shinchan kalau lihat cewek cantik lewat. Atau jongkok yang bikin kaki
kesemutan. Tapi keseruan itu nyata.
Menikmati sorot bintang di langit yang memancar
lebih tajam dari hari-hari biasa, yang biasanya selalu kalah pamor sama lampu
neon teras tetangga, yang sesungguhnya juga nyaris tak pernah kita tengok
karena mata kita selalu menengok layar hape yang bunyi notifikasinya seperti tak
berjeda.
Nikmatilah udara segar besok subuh setelah
bumi bernafas tenang sehari semalam.
Dan mari bersyukur karena masih diberi nikmat
atas semua karunia Allah yang sudah kita kotori dan abaikan selama ini.
Tips untuk yang baru pertama kali menikmati Nyepi di Bali, khususnya yang stay di rumah:
- Siapkan bahan makanan setidaknya untuk minimal 3 hari. Penjelasan ada di atas ya.
- Jangan lupa cek pulsa listrik. Biar kata lampu nggak boleh nyala, kulkas kudu nyala kan. Pas mati gaya, boleh tuh ngadem depan kulkas sambil makan mie instant, berasa kayak makan ramyun pas musim dingin di Korea khan jadinya. ahhaa
- Cek gas elpiji juga, yakali udah nyetok ayam dua kilo trus nggak bisa dimasak gegara gas habis.
- Cek juga stok air minum, jangan sampai sudah masak pedas ehh air galon habis. Kelar deh.
- Download Drakor atau apa saja selagi internet masih nyala, biar nggak galau-galau amat mak.
- Kalau saya biasanya siap seperangkat kartu remi, bukan untuk judi lho ya, sekedar permainan saja. yang kalah dicontreng gincu merah, atau jongkok, atau apalah buat seru-seruan saja. Tapi ini khusus untuk yang pasukan di rumahnya sudah pada gede, ya. nggak mungkin kan main remi sama bayi?
- Jangan lupa siapkan kardus bekas untuk menutup semua lubang celah yang sekiranya bisa mencorotkan lampu kamar mandi. Biar sama-sama nyaman ya. kita tidak terganggu atau mengganggu.
Kesimpulan
Legowo, akan membuat hati kita lebih ringan untuk berkompromi dengan bahagia. Tidak perlu bersusah payah mengedepankan amarah yang justru membuat kita terkungkung dalam ketidak-nyamanan.
anyyeong,
wahh mba walaupun suamiku orang Bali, aku belum pernah sekalipun ngerasain rasanya nyepi, karena kami tinggal di Sidoarjo.
tapi menurut pak suami kalau nyepi menjelang, masjid samping rumah pada matikan lampu depan dan menggunakan speaker dalam kalau panggilan azan, speaker ngaji yang biasa nyaring terdengar dimatikan sementara.
begitu juga sebaliknya, tentrem dah, gak ada gontokan ya mba, bersyukur lebih nikmat...:)
iya, dulu pernah sih kejadian pas hari jumat masjidnya adzan pake pengeraas suara, sempet heboh juga. tapi alhamdulillah sih kayaknya sdh diselesaikan dgn baik.
setujuuuu sekali. Toleransi, legowo. dijamin hidup kita tentrem ya mba. aku sebagai muslim pengeeen bgt rasain nyepi di bali. pgn tau seperti apa. Aku sih udh kebayang justru makin deket ama anak2, ga ada pegang2 HP, tv ato internet :D. kapan2 lah, aku planning in ke bali saat nyepi.
dgn melihat lgs, aku yakin bisa ngajarin anak2 ttg namanya toleransi terhadap pemeluk agama lain. gmn kita hrs menghormati budaya dan kebiasaan mereka :)
yuk sini main ke Bali. tapi kalo di hotel sih nggak terlalu kerasa. soalnya ada kolam renang dan kadang hotel bikin paket khusus nyepi, jadi ada aja kegiatannya. tp yg masih aman dan nggak heboh
Waahhh coba saya tinggal di Bali, trus pak suami libur, anak2 diurus pak suami, sayaaaa? baca buku yang sudah nyaris setaun saya beli, tapi baru kebaca daftar isinya doang hahaha
Btw ternyata gak seekstrim yang dipikirin ya, saya kira bahkan untuk ngomongpun kudu bisik2. bingung juga dong kalau bayi nangis hehe
Trus malamnya tanpa lampu itu, wiihhh jadi membayangkan betapa horornya.
Kami dulu pernah ke Bali, nginap di Denpasar, entah karenaapa, pas pulang ke hotel pukul 10 malam, kami gak bisa nemu jalan ke hotel dong, ada kali 5 kali kami keliling2 di jalan yang sama, hiii padahal itu ada lampu :D
masa sih? seriusan? saya lho sering pulang jam 11 malam dari denpasar, nyampe tabanan jam 12 sering, dan alhamdulillah aman aja. malah dulu pas jaman kerja di event pulang jam 2 dinihari sering.
Wah, wah, seru banget ternyata. Kukira sama sekali mesti gelap-gelapan dan gak boleh masak.
Harusnya sih emang grlap semua, ya kudu pinter nutup pake kerdus, haha
jadi inget temen saya yang tinggal di Bali. kalau pas nyepi, doi selalu tiduran di halaman rumah buat liatin bintang-bintang yang jauh lebih jelas dan lebih banyak karena nggak ada polusi cahaya.
saya jadi penasaran. hihihi
Iyes bener, asalkan pas ga lagi mendung. Pengalaman kmaren mendung tebel jd ga kliatan, tp sebelum2nya udah pernah liatin bintang, cuma kalah sama nyamuk aja wkwkwk
Dulu waktu masih kerja di Nusa Dua pernah merasakan Nyepi,...senang pas nonton pawai ogoh2 dan sehari setelahnya orang2 pada main petasan.
Dulu saya dan istri kos di rumah orang Bali. Kami persiapan makanan cuma secukupnya toh cuma sehari nggak lama. Dari atas kamar lantai dua bisa liat pecalang ronda, tapi herannya ada yg merokok hehehe....yg tuan rumah punya bayi bolak-balik masuk dapur nyalain lampu,...pecalangnya negur, dia jawab..sbentar2..itu terjadi beberapa kali..
Tapi emang asyik sekali bisa merasakan Nyepi di Bali, karena pas Nyepi sebelumnya pulang ke Jawa
iya, hahaha
Wah, menarik banget mbak pengalamannya, Aku belum pernah sih ngerasain sendiri nyepi disana,. Makasih share pengalamannya. :)
Lumayan juga yah mba penyesuaiannya apa lagi pas ada bayi. Kabarnya di bagian selatan tidak terlalu ketat aturan Nyepinya
bagian selatan kan denpasar, bagian timur kayaknya yg lmayan longgar, misalnya klungkung dan karang asem, soalnya juga banyak warga muslimnya dsna.